Seperti diketahui, ada sejumlah pasal yang berkaitan dengan pelanggaran konten di dunia maya. Antara lain dalam beberapa pasal Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, pada Bab II tentang Larangan dan Pembatasan.
Antara lain larangan memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi.
Juga disebutkan kewenangan pemerintah dalam mencegah dan melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet.
Permasalahan pornografi ini sendiri memang harus disikapi secara serius. Beberapa waktu silam, kasus bisnis online video porno anak kembali membuka mata masyarakat jika konten negatif di internet masih marak. Tak bisa dipungkiri jika isu pornografi di dunia maya layak disoroti. Pemerintah dituntut segera mengevaluasi seputar permasalahan ini.
Baru-baru ini, terbongkar pula maraknya aktivitas prostitusi online di dunia maya. Terkuaknya prostitusi online melalui media sosial atau website membuat para pihak Polda Metro Jaya bak kebakaran jenggot. Bahkan, kepolisian siap bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi dalam memberantas bisnis prostitusi ini.
Selain bekerja sama dengan pihak Kemenkominfo, kepolisian sudah membentuk tim khusus untuk memberantas praktik prostitusi online tersebut. Salah seorang Menteri dari Kemenkominfo, Rudiantara pun mengharapkan tindakan proaktif dari masyarakat.
Salah satunya untuk menekan dampak negatif situs jejaring sosial yang menyediakan layanan prostitusi online adalah dengan melakukan 'flagging' atau menandakan dan melaporkan akun yang dianggap menyimpang.
Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informasi, Bambang Heru Tjahjono pun mengaku pihaknya akan bekerja sama dengan Facebook untuk menyisir dan menutup akun-akun yang memuat informasi asusila atau esek-esek.
Urgensi pembenahan regulasi terkait ranah teknologi informasi ini pun kian mendesak. Di sisi lain, keberadaan aturan yang memayungi ranah maya ini masih menjadi pro dan kontra. Termasuk juga support dari para aparat hukum terkait, seperti polisi, hakim, jaksa, pengacara, dll.
Untuk saat ini rasanya masih cukup sulit menuding siapa yang salah dalam urusan konten negatif di internet. Namun, dengan regulasi yang tepat maka permasalahan ini tentunya bisa diminimalisir.
Internet saat ini tak hanya bisa diakses melalui PC, karena pengguna ponsel sengaja maupun tidak telah turut menjadi pemeran aktif dalam kehidupan berbudaya secara elektronik (e-Culture).
Semua aktivitas dunia maya pun bisa dilakukan via ponsel, mulai dari interaksi dengan email, percakapan digital, browsing internet, mendownload konten, sms banking bahkan menyimpan file elektronik.
Alhasil, dengan kian mudahnya mengakses internet, peluang konten negatif meracuni masyarakat pun kian besar, mengingat jumlah pengguna ponsel yang sangat besar.
Konten negatif semisal konten porno sendiri tak semuanya bisa diblokir begitu saja. Apalagi, konten negatif yang beredar di internet mayoritas berada pada server luar negeri dan belum tentu di Indonesia.
Pada akhirnya, edukasi konten negatif menjadi salah satu langkah penting yang bisa diambil saat ini. Para pengguna internet diharapkan dapat menentukan sendiri mana situs yang layak mereka akses, atau data privasi mana yang patut mereka bagikan di jaringan internet.
Salah satu langkah edukasi terpenting tentu saja dimulai dari keluarga, di mana nantinya si pengguna internet bisa mempergunakan layanan tersebut dengan lebih bijak.
Emoticon